Head NewsHumaniora

Angka Kematian Balita di Kaltim Tergolong Rendah di Indonesia

Ilustrasi.

Samarinda.UpdateKaltim.com – Angka Kematian Balita (AKBa)  di Kalimantan Timur (Kaltim) sebesar 18 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2020, tergolong rendah di Indonesia. AKBa Kaltim  tersebut hanya berada di atas delapan provinsi lainnya, yaitu Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Bali, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan DKI Jakarta.

“AKBa Kalimantan Timur juga sudah berada di bawah dari target AKBa dalam SDGs tahun 2030 yang sebesar 25 kematian anak per 1.000 kelahiran hidup,” ungkap Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, DR. Yusniar Juliana, S.Si, MIDEC dalam laporan berjudul “Analisis Isu Terkini Provinsi Kalimantan Timur 2023” yang dipublish akhir Desember 2023.

Menurut Yusniar, meski  AKBa Kaltim tergolong rendah, tetapi besaran AKBa tidak merata di seluruh kabupaten/kota di Kaltim. Anak-anak yang lahir di daerah lebih maju seperti Kota Balikpapan, Kota Samarinda, Kota Bontang, dan Kabupaten Kutai Timur berpeluang hidup lebih besar sampai pada ulang tahun kelima mereka dibandingkan anak-anak yang tinggal di daerah lainnya.

Begitu juga halnya dengan Angka Kematian Bayi (AKB) sebagai penyumbang utama AKBa, persebarannya belum merata di seluruh wilayah kabupaten/kota yang ada. Anak-anak yang lahir di daerah lebih maju juga berpeluang hidup lebih lama sampai pada ulang tahun pertama mereka dibandingkan anakanak yang tinggal di daerah lainnya.

“Kemiskinan merupakan penyebab utama kematian balita di Kalimantan Timur. Hal tersebut terlihat dari signifikannya pengaruh lima indikator kemiskinan terhadap kematian balita. Hasil penelitian ini menemukan bahwa peluang kejadian kematian balita di Kaltim lebih besar pada kelompok rumah tangga yang tidak memiliki atau menguasai tanah non-tempat tinggal dibandingkan dengan rumah tangga yang memiliki/menguasai aset tanah,” ungkap Yusniar.

Selain itu, peluang kejadian kematian balita juga lebih besar pada rumah tangga yang KRT-nya berpendidikan lebih rendah dari SLTA, berjenis kelamin perempuan, berstatus tidak kawin, berstatus pengangguran atau bekerja sebagai pekerja informal.

“Kesehatan dan kemiskinan saling terkait erat. Kesehatan yang buruk dapat menyebabkan kemiskinan dan kemiskinan berpotensi besar membawa pada status kesehatan yang rendah.”

Sebagaimana dinyatakan oleh World Bank (2002), kutip Yusniar,  bahwa kemiskinan dan kesehatan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Kesehatan yang buruk dapat menyebabkan penurunan produktivitas dan menghabiskan tabungan rumah tangga sehingga pada akhirnya akan menurunkan kualitas hidup dan menciptakan kemiskinan.

Untuk memperbaiki akses penduduk miskin terhadap layanan penting, dan memperkuat prospek pembangunan jangka panjang tanpa merusak pertumbuhan, World Bank (2016) mengindentifikasi enam strategi yang dapat dilakukan sebagai berikut:

Pertama; Pengembangan anak usia dini dan gizi: langkah ini membantu pertumbuhan anak di masa 1.000 hari pertama mereka. Kekurangan gizi dan kekurangan pertumbuhan kognitif selama periode ini dapat menyebabkan penundaan pendidikan dan mengurangi prestasi mereka di kemudian hari.

Kdua; Perlindungan kesehatan untuk semua: memberi cakupan kepada masyarakat tidak mampu untuk mendapat layanan kesehatan yang terjangkau dan tepat waktu. Ketiga; Akses pendidikan bermutu untuk semua: memberikan pendidikan bermutu untuk setiap anak di manapun mereka berada. Keempat; Bantuan tunai kepada keluarga miskin: program ini memberi penghasilan pokok kepada keluarga miskin sehingga mereka bisa memenuhi kebutuhan dasarnya. Kelima; Infrastruktur pedesaan – terutama jalan dan penyediaan listrik. Keenam; Sistem perpajakan yang progresif.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Bagikan

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts