Head NewsHumaniora

Kematian Balita Sebagian Besar di Rumah Tangga yang Tidak Memiliki Tanah

Ilustrasi.

Samarinda.UpdateKaltim.com – Kemiskinan merupakan faktor penting yang memengaruhi kematian balita dalam suatu rumahtangga (Kanmiki, et al., 2014) yang mana kemiskinan tersebut dapat dilihat dari berbagai indikator.

Secara perhitungan resmi, kemiskinan di Indonesia menggunakan perhitungan BPS yang mengadopsi metode perhitungan internasional. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach).

Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran (BPS, 2023d).

Menurut Haughton & Khandker (2009), setidaknya ada dua jenis karakteristik sosial ekonomi yang bisa menggambarkan kemiskinan dari suatu rumah tangga. Pertama yaitu karakteristik yang melekat pada suatu rumah tangga antara lain jumlah anggota rumah tangga, pendidikan anggota rumah tangga, jenis pekerjaan, maupun aset yang dimiliki rumah tangga baik yang berupa tanah, peralatan dan alat produksi, perumahan, maupun perhiasan.

Kedua yaitu karakteristik individu yang terkait dengan jenis kelamin Kepala Rumah Tangga (KRT), umur KRT, dan pendidikan KRT. Penelitian ini mengkaji dampak variabel yang menjadi indikator kemiskinan dari suatu rumah tangga terhadap kematian balita di Kalimantan Timur.

Adapun variabel bebas (independent variable) yang digunakan dalam penelitian ini yaitu aset tanah yang dimiliki, dan karakteristik kepala rumah tangga yang terdiri dari pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan, dan status bekerja. Sedangkan yang menjadi variabel terikat (dependent variable) dalam penelitian ini adalah adanya kematian balita dalam rumah tangga.

Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang memiliki atau pernah memiliki balita sebagai anggota rumahtangganya. Untuk lebih memudahkan dalam analisis selanjutnya, rumah tangga dengan karakteristik tersebut disingkat dengan istilah rumah tangga saja.

Kelompok kasus dalam penelitian ini berupa seluruh rumah tangga yang terdapat kematian balita. Sedangkan kelompok kontrolnya berupa seluruh rumah tangga yang terdapat balita sebagai anggota rumahtangganya dan tidak terdapat kasus kematian balita.

Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif dilakukan dengan mengeksplorasi data melalui grafik masing-masing variabel penjelas. Sedangkan analisis inferensia dilakukan dengan menggunakan metode Naive Bayes (Jebara, 2004; Mitchell, 2020) dan model regresi logistik (Menard, 2002). Kebaikan dua model tersebut dievaluasi melalui akurasi prediksi terbesar dalam memprediksi adanya kejadian kematian balita dalam suatu rumah tangga.

Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan berasal dari BPS, yaitu data Long Form SP2020. Berdasarkan hasil pengolahan data Long Form SP2020, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kepemilikan aset tanah dan karakteristik Kepala Rumah Tangga (KRT) dengan adanya kejadian kematian balita.

Sebagian besar rumah tangga yang terdapat kematian balita didalamnya, tidak memiliki tanah atau menguasai tanah non-tempat tinggal. Selain itu, sebagian besar dari KRT dari rumah tangga tersebut juga berpendidikan rendah, berjenis kelamin perempuan, berstatus tidak kawin, berstatus pengangguran atau bekerja sebagai pekerja informal.

“Secara umum, peluang kejadian kematian balita di Kalimantan Timur (Kaltim) lebih besar pada kelompok rumah tangga yang tidak memiliki atau menguasai tanah non-tempat tinggal,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, DR. Yusniar Juliana, S.Si, MIDEC dalam laporan berjudul “Analisis Isu Terkini Provinsi Kalimantan Timur 2023” yang dipublish akhir Desember 2023.

Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan berasal dari BPS, yaitu data Long Form SP2020. Berdasarkan hasil pengolahan data Long Form SP2020, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kepemilikan aset tanah dan karakteristik Kepala Rumah Tangga (KRT) dengan adanya kejadian kematian balita.

Menurut Yusniar, hasil Long Form SP2020  di Kaltim menunjukkan bahwa 3,36 rumah tangga dari 100 rumah tangga yang tidak memiliki atau menguasai tanah non-tempat tinggal mengalami kejadian kematian balita, sedangkan kejadian kematian balita pada kelompok rumah tangga yang memiliki atau menguasai jenis aset tersebut hanya dialami 2,67 dari 100 rumah tangga.

Kematian balita dalam suatu rumah tangga juga dipengaruhi pendidikan KRT. Rumah tangga yang memiliki KRT berpendidikan minimal SLTA rata-rata mengalami kejadian kematian balita lebih sedikit dibanding dengan rumah tangga yang KRT-nya berpendidikan lebih rendah.

“Rumah tangga yang memiliki KRT berpendidikan minimal SLTA mengalami kejadian kematian balita sekitar 2,71 per 100 rumah tangga. Sedangkan rumah tangga yang KRT-nya berpendidikan lebih rendah dari SLTA ratarata mengalami kematian balita sekitar 3,79 per 100 rumah tangga,” papar Yusniar.

Begitu pula hubungan jenis kelamin KRT dengan kejadian kematian balita dalam suatu rumah tangga. Rumah tangga yang memiliki KRT berjenis kelamin perempuan rata-rata mengalami kejadian kematian balita lebih banyak dibanding dengan rumah tangga yang KRT-nya berjenis kelamin laki-laki.

Mengutip hasil penelitian, Yusniar melajutkan, pada kelompok rumah tangga dengan KRT berjenis kelamin perempuan, kejadian kematian balita dialami 13,70 dari 100 rumah tangga. Angka ini besarnya hampir 6 kali lipat dari persentase kejadian kematian balita pada kelompok rumah tangga dengan KRT berjenis kelamin laki-laki.

Secara umum, peluang kejadian kematian balita lebih besar pada kelompok rumah tangga dengan KRT berstatus tidak kawin dan bukan merupakan pekerja formal . Pada kelompok rumah tangga dengan KRT berstatus tidak kawin (belum menikah atau cerai), kejadian kematian balita dialami 22,74 dari 100 rumah tangga.

“Angka ini besarnya hampir 9 kali lipat dari persentase kejadian kematian balita pada kelompok rumah tangga dengan KRT yang berstatus kawin. Sedangkan rumah tangga dengan KRT berstatus bukan pekerja formal rata-rata mengalami kejadian kematian balita sekitar 4,19 per 100 rumah tangga dan rumah tangga dengan KRT berstatus pekerja formal rata-rata mengalami kejadian kematian balita sekitar 2,46 per 100 rumah tangga,” pungkas Yusniar.

Penulis: Intoniswan | Editor: Intoniswan

Bagikan

Leave A Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts