
Samarinda.UpdateKaltim.com – Di tengah derasnya arus digitalisasi, minat baca anak-anak mulai terpinggirkan oleh gemerlap layar gadget. Kemudahan akses informasi melalui perangkat digital membuat anak-anak lebih tertarik pada konten visual dan interaktif dibandingkan membaca buku.
Padahal, membaca buku memiliki banyak manfaat, seperti meningkatkan daya ingat, memperkaya kosakata, hingga merangsang imajinasi. Jika tidak segera diatasi, penurunan minat baca pada anak-anak bisa berdampak terhadap rendahnya pemahaman literasi generasi mendatang.
Namun di balik tantangan ini, ada orang-orang yang tak pernah lelah menyalakan kembali api literasi. Salah satunya adalah Ence Widiyani, Pembina Gerakan Pembudayaan Minat Baca (GPMB) Kalimantan Timur (Kaltim), yang sejak kecil telah merasakan sendiri bagaimana buku membentuk dirinya.
Ence mengenang masa kecilnya yang akrab dengan buku. Ayahnya, seorang pandu yang kemudian mendirikan Pramuka di Kaltim, memiliki perpustakaan sendiri. Buku-buku roman, hikayat lama, hingga buku sains tersusun rapi, siap untuk dijelajahi.
“Dulu, buku itu seperti harta karun. Saya bisa berjam-jam larut dalam cerita, mengingat halaman demi halaman yang menarik,” ujar pada UpdateKaltim.com.
Kini, kebiasaan itu mulai pudar. Anak-anak lebih sering terpaku pada layar, bukan pada lembaran kertas penuh ilmu. Namun, bukan berarti harapan hilang. Masih ada cara untuk membangkitkan kembali minat baca di tengah gempuran digital.
Salah satu upaya yang dilakukan GPMB adalah menghadirkan perpustakaan keliling. Mobil-mobil penuh buku ini berkeliling ke berbagai daerah, menghadirkan bacaan yang menarik bagi anak-anak.
“Ketika buku datang langsung ke mereka, anak-anak jadi lebih tertarik. Apalagi kalau bukunya penuh gambar dan warna-warni,” jelasnya.
Ia juga menyoroti keberhasilan Finlandia dan Swedia, negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, yang justru kembali mendorong anak-anak untuk membaca buku fisik.
“Di Finlandia, mereka kembali ke buku bacaan, gadget memang bisa membaca, tapi rasanya berbeda dengan buku. Membaca buku itu lebih membekas, lebih mudah diingat,” paparnya.
Selain perpustakaan keliling, ada satu lagi cara efektif untuk menumbuhkan minat baca anak-anak di Bumi Mulawarman, yakni dengan berdongeng. Di berbagai daerah, Kampung Dongeng menjadi tempat bagi anak-anak untuk mendengar cerita rakyat yang menginspirasi.

Dengan cara ini, Ence yakin bahwa anak-anak akan giat belajar, hingga akhirnya, mereka berpikir bahwa membaca bukan sekadar kewajiban, tetapi juga petualangan.
“Anak-anak itu suka cerita. Mereka bisa hafal tokoh-tokoh di majalah Bobo, dari Naga Kecil sampai Si Sirik dan Juwita. Ini bukti bahwa cerita yang menarik bisa membuat anak-anak jatuh cinta pada buku,” katanya.
Oleh karena itu lanjutnya, penting untuk terus menghadirkan buku-buku yang menarik, baik dari segi isi maupun tampilan. Tetapi dengan catatan, upaya ini tidak bisa hanya dilakukan oleh komunitas literasi saja, peran orang tua sangatlah penting.
Ence menekankan bahwa orang tua perlu meluangkan waktu untuk membaca bersama anak-anaknya.
“Kalau orang tua membaca, anak-anak akan meniru. Sederhana, tapi dampaknya luar biasa,” terang Ence yang juga pernah menjadi anggota DPRD Kaltim dari Partai Golkar.
Meski tantangan besar, harapan masih ada. Lewat berbagai gerakan literasi, dari program perpustakaan keliling hingga Kampung Dongeng, budaya membaca bisa kembali tumbuh. Ence menegaskan bahwa api literasi tidak boleh padam.
Harapannya dengan usaha bersama, generasi mendatang akan tetap memiliki kecintaan pada buku, meskipun dunia semakin digital.
“Minat baca itu bukan sekadar kemampuan membaca, tapi juga kecintaan terhadap ilmu dan imajinasi. Kita harus terus menyalakan semangat itu, agar anak-anak kita tidak kehilangan dunia yang kaya dalam setiap lembaran buku,” tutupnya.
Penulis: Lydia Apriliani | Editor: Intoniswan